Dissostichus mawsoni
REPUBLIKA.CO.ID, LONDON--Suhu di Kutub Utara betul-betul ekstrem, dengan rata-rata minus 1,8 ° C. Semestinya, suhu serendah ini cukup untuk membekukan ikan apapun: titik beku darah ikan adalah sekitar minus 0,9 ° C.
Namun di lautan Kutub Utara, di bawah bongkahan es, ikan-ikan bergerak dengan riang gembira. Inilah yang menarik banyak ilmuwan untuk menelitinya.
Sejak sekitar 50 tahun lalu, para ahli telah menemukan, dalam darah ikan itu ditemukan protein pelindung kebekuan. Protein anti-beku ini bekerja dengan sangat sempurna, jauh lebih sempurna dibandingkan dengan mesin anti-beku yang dioperasikan di rumah-rumah tangga Barat saat musim dingin tiba.
Namun bagaimana protein ini bekerja, tak ada yang bisa memberi penjelasan.
Inilah yang mendorong para peneliti setempat bersama satu tim dari Amerika Serikat yang dipimpin ilmuwan lokal Prof Dr Martina Havenith untuk melakukan penelitian mendalam. Hasilnya mereka publikasi dalam jurnal kimia bergengsi Amerika, Journal of American Chemical Society ( JACS).
Para peneliti menggunakan teknik khusus, terahertz spectroscopy, untuk mengungkap mekanisme dasar. Dengan bantuan radiasi terahertz, gerakan kolektif dari molekul air dan protein dapat direkam. Dengan demikian, kelompok kerja telah mampu menunjukkan bahwa molekul air, yang biasanya melakukan tarian permanen dalam air cair, dan terus-menerus memasukkan obligasi baru, akan lebih teratur dengan adanya protein ini.
Adalah ikan khas Kutub Utara, Dissostichus mawsoni, sejenis ikan bergigi, yang menjadi objek utama penelitian. Arthur L DeVries, salah seorang peneliti, menyebut, protein pada ikan ini mampu mencegah kristalisasi es, bahkan lebih hebat pada temperatur rendah dari pada suhu kamar. "Aktivitas antibeku tidak tercapai dengan mengikat molekul tunggal antara protein dan air, tetapi dengan adanya protein ini, maka fungsi "pelarutan" akan lebih maksimal," ujarnya.
Namun di lautan Kutub Utara, di bawah bongkahan es, ikan-ikan bergerak dengan riang gembira. Inilah yang menarik banyak ilmuwan untuk menelitinya.
Sejak sekitar 50 tahun lalu, para ahli telah menemukan, dalam darah ikan itu ditemukan protein pelindung kebekuan. Protein anti-beku ini bekerja dengan sangat sempurna, jauh lebih sempurna dibandingkan dengan mesin anti-beku yang dioperasikan di rumah-rumah tangga Barat saat musim dingin tiba.
Namun bagaimana protein ini bekerja, tak ada yang bisa memberi penjelasan.
Inilah yang mendorong para peneliti setempat bersama satu tim dari Amerika Serikat yang dipimpin ilmuwan lokal Prof Dr Martina Havenith untuk melakukan penelitian mendalam. Hasilnya mereka publikasi dalam jurnal kimia bergengsi Amerika, Journal of American Chemical Society ( JACS).
Para peneliti menggunakan teknik khusus, terahertz spectroscopy, untuk mengungkap mekanisme dasar. Dengan bantuan radiasi terahertz, gerakan kolektif dari molekul air dan protein dapat direkam. Dengan demikian, kelompok kerja telah mampu menunjukkan bahwa molekul air, yang biasanya melakukan tarian permanen dalam air cair, dan terus-menerus memasukkan obligasi baru, akan lebih teratur dengan adanya protein ini.
Adalah ikan khas Kutub Utara, Dissostichus mawsoni, sejenis ikan bergigi, yang menjadi objek utama penelitian. Arthur L DeVries, salah seorang peneliti, menyebut, protein pada ikan ini mampu mencegah kristalisasi es, bahkan lebih hebat pada temperatur rendah dari pada suhu kamar. "Aktivitas antibeku tidak tercapai dengan mengikat molekul tunggal antara protein dan air, tetapi dengan adanya protein ini, maka fungsi "pelarutan" akan lebih maksimal," ujarnya.
0 Comment:
Posting Komentar